Konsep Sebayatn Suku Dayak Barai Sebagai Tempat Setelah Kematian Dalam Perspektif ‘Hidup Kekal’ Ensiklik Spe Salvi
DOI:
https://doi.org/10.69621/jpf.v17i1.147Schlagworte:
Dayak Barai, Kebudayaan, Sebayatn, Hidupkekal, teologi.Abstract
This article focuses on The Concept of Sebayatn of Dayak Barai Tribe as a Place After Death in the Perspective of ‘Eternal Life’ of Encyclical Spe Salvi. One of the problems being faced by local churches in West Kalimantan, particularly in the area where the Dayak Barai domicile, namely Kayan downstream, is the tension between Christian teachings and local wisdom values. These two perspectives are often misunderstood by the local community, even the Dayak Barai tribe itself considers the presence of the Catholic Church to threaten existing local Wisdom values. Sebayatn is one of the sensitive concepts discussed among the Dayak Barai tribe, apart from being taboo to talk about, this concept when confronted with the Christian concept of salvation can lead to theological contradictions and beliefs. Therefore, this research was conducted within the framework to ignite a religious discussion between the culture of the Dayak Barai tribe and Christian theology. The finding is that the concept of the place of the dead of the Barai people is not much different from the concept of the world of the dead in Christianity. Keywords: Dayak Barai, Culture, Sebayatn, Eternal Life, Theology.
Abstrak
Artikel ini berfokus pada Konsep Suku Dayak Barai Sebayatn sebagai Tempat Setelah Kematian dalam Perspektif Ensiklik ‘Hidup Kekal’ Spe Salvi. Salah satu masalah yang dihadapi oleh gereja-gereja lokal di Kalimantan Barat, khususnya di daerah domisili Dayak Barai, yaitu Kayan di hilir, adalah ketegangan antara ajaran Kristen dan nilai-nilai kearifan lokal. Kedua perspektif ini seringkali disalahartikan oleh masyarakat setempat, bahkan suku Dayak Barai sendiri menganggap kehadiran Gereja Katolik mengancam nilai-nilai kearifan lokal yang ada. Sebayatn merupakan salah satu konsep sensitif yang diperbincangkan di kalangan suku Dayak Barai, selain tabu untuk dibicarakan, konsep ini jika dikonfrontasikan dengan konsep keselamatan Kristen dapat menimbulkan kontradiksi teologis dan kepercayaan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dalam rangka menyulut diskusi keagamaan antara budaya suku Dayak Barai dengan teologi Kristen.
Temuannya, konsep tempat orang mati orang Barai tidak jauh berbeda dengankonsep dunia orang mati dalam agama Kristen.
Downloads
Literaturhinweise
Alloy, Sujarni (2016), Mozaik Dayak (Keberagaman Subsuku Dan Bahasa Dayak Di Kalimantan Barat). Pontianak: Institut Dayakologi.
Couderc, Pascal, and Kenneth Sillander (2012), Ancestors In Borneo Societies Death, Transformation, and Social Immortality. Copenhagen S, Denmark: Nordic Institute of Asian Studies.
Fransiskus, Paus (2014), Spe Salvi. Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI).
Indonesia, Konferensi Waligereja (2018), Iman Katolik: Buku Informasi Dan Referensi. 2018th ed. Yogyakarta: PT Kanisius.
Pastor Ding, Ngo, SMM (1984), Tulisan Salah Tentang Orang Kayan. Putussibau: Paroki St. Antonius Padua, Mandalam.
Yohanes Paulus II, Paus (1990), Redemtoris Missio. Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI).
Duan, Efendi (2019), Gikiri Moi: Konsep Tuhan Orang Tobelo Dan Pengaruhnya Terhadap Pemahaman Iman Kristen. Semantic Scholar.
Faot, Agustinus, Jonathan Octavianus, and Juanda Juanda. 2017. “Kematian Bukan Akhir Dari Segalanya.” Journal Kerusso 2(2).
Downloads
Veröffentlicht
Zitationsvorschlag
Ausgabe
Rubrik
Lizenz

Dieses Werk steht unter der Lizenz Creative Commons Namensnennung - Nicht-kommerziell - Keine Bearbeitungen 4.0 International.














